Keluarga kekalQ( Long distance antara surga & dunia)

Standar

Waktu SD aku punya Ayah,, Aku memanggilnya Bapak.

Aku menyayanginya, dia juga sangat menyayangiku, dan aku merasakannya.

Sempat Suatu hari, tingkahku tak seperti apa yang di harapkannya, dia begitu marah dan menghajarku habis-habisan, membawaku ke kamar mandi dan mengguyuriku terus dengan air, hingga aku terlalu susah untuk menghirup udara. Ketika Ayah menggeretku, meninggalkan sakit yang waktu itu baru ku tau namanya “keseleo”, di kelingkingku.

Tapi aku tau, itu bukan karena Ayah membenciku, aku bahkan tau, ketika dia mengguyurku, dia tak tega melihatku tersakiti, dia masih terus menyipitkan matanya, aku tau itu. Dia hanya ingin mengajariku sedikit sopan dan santun.

Ketika semuanya kembali seperti semula, seperti tak terjadi apa-apa, Ayah mendekatiku lalu dengan lembut meminta kelingkingku, “Nduk, terose ibuk, astone keceklik nggih?” Aku mengangguk, tapi masih dengan ketakutan, aku masih takut Ayah marah, tapi lalu Ayah memegang lembut tanganku, dan mulai mengurutnya,,ternyata itu adalah suatu yang tak pernah terlupakan yang di tinggalkan Ayah untukku, karena seumur hidup tak pernah Ayah menghajarku sedemikian hebat, paling banter dia hanya nyelentik telingaku.

Berbeda dengan Ibu yang sering mengurungku di kamar ketika aku nakal, Ayah selalu memperlakukanku dengan baik.

Aku menyayangi Ayahku, sangat menyayanginya, meski ketika Dia tiada, akulah satu-satunya manusia yang gengsi untuk menangis. Aku sama sekali tak ingin terlihat rapuh di hadapan ibuku yang jelas rapuh, aku hanya ingin menguatkannya, meski terlalu berat hatiku yang masih kanak-kanak itu menanggunganya.

================

Waktu kecil aku punya Adek, Aku memanggilnya Dek Bowo’, namanya bagus , Wahyu Hananta Prabowo.

Aku menyayanginya, meski tak jarang kami beradu mulut, saling ejek, juga tak jarang kami berkelahi ( aku adalah anak perempuan yang bandel waktu itu), lalu menangis bersama-sama, saling membela ketika kakakku yang notabene paling besar di antara kami itu mulai jahil dan jahat banget kepada kami ( waktu kecil, menurutku kakakku tuh jahaaaaaat banget, meski kadang aku tak pernah mau melepaskannya dari pelukku).

Satu hal yang membuatku begitu menyesal hingga sekarang adalah,,,, ketika kami beradu mulut, sempat terucap kata-kata yang sesungguhnya aku tak tau akan berakibat se fatal ini.

Saking bandelnya adekku, aku menjadi kalap kulontarkan kata yang tak seharusnya ku ucapkan ” Mati wae kono!!!” dan efeknya?

ough!!! adek maaf… hanya itu yang bisa ku ucapkan untukmu dek, semoga kamu tau betapa mbak nina begitu menyayangimu ,,,,,” I luv u adekku”… ( wuiiih nangis juga kalu inget masa itu)

=============

Waktu SD juga aku mempunyai Ibu, dan Alhamdulillah sampai sekarang aku masih memilikinya.

Aku akan terus menjaganya, selalu menjaganya, dan terus menjaganya.

Pernah suatu hari, ibuku bertanya padaku, sesuatu hal yang membuatku begitu trenyuh, haru, bingung, dan kelimpungan mau jawab apa.

Nduk, mangke nek ibuk sepuh, nina purun njogo ibuk, nopo di titipke ten panti?”

YA Alloooooh, ibuku berpikir demikian??? Dia terlihat begitu takut saat mengucapkan panti, seolah-olah aku akan benar-benar menitipkannya kesana,, InsyaAlloh aku akan ters menjaganya, tanpa harus ku titipkan kepada siapaun!!. Dan semoga pertanyaan itu keluar, cuma karena ibu demam sinetron aja,,

Aku bingung menjawab pertanyaan itu, bukan karena aku bingung harus kutitipkan atau bukan, tapi aku bingung karena aku tak sanggup menutupi kepedihanku, aku tak sanggup membayangkan orang-orang tua yang dititipkan di panti, aku tak sanggup jika salah satu di antara mereka adalah ibuku. Insya Alloh ibuku tak akan setidakmujur itu.

Kadang pertanyaan ibu memang yang aneh-aneh yang tak pernah terpikirkan di otakku, pertanyaan-pertanyaan dari hasil ketakutannya.

==============

Waktu SD aku juga punya kakak, Aku memanggilnya Maz an,, Namanya juga bagus, Andriyatmo Heru Sriprasetyo,, Meski banyak yang nanya, “ko cowok namanya sri?” Tapi aku tetep bangga punya kakak dengan nama itu, menurutku, Ayah dan Ibuku punya jiwa seni luar biasa sehingga bisa berinisiatif menamainya Sri meski dia cowok.

Kakakku berbadan tambun, sekarang.

Dulu dia kecil, tapi nakalnya bukan main. Sewaktu kami kecil, rumahku tak pernah sepi, kami selalu saja bertengkar, ada saja masalah yang kami buat sendiri, entah rebutan remote, rebutan makanan, rebutan mainan, rebutan ibu, rebutan bapak, rebutan kamar, dan rebutan-rebutan yang lain. Intinya tak pernah sepi. Usia ku dengan kakaku terpaut 4 tahun, sementara aku dan adekku terpaut 2 tahun. Mungkin karena kami tak terpaut jauh untuk umur, makanya kami tak pernah bisa dihindarkan dari pertengkaran-pertengkaran kecil yang kadang menjadi besar. Meski kami selalu bertengkar, sebenarnya kami saling menyayangi. Kami tak pernah rela jika ada orang diluar keluarga kami yang menyakiti salah satu di antara kami.

Dulu, Ayah sering sekali menghajar kakaku karena kebandelannya sudah diluar batas, ayah juga pernah meninggalkan bekas cemeti pada sekujur tubuh mas an, aku tak bisa menyalahkan Ayah, karena Mas an memang nakalnya keterlaluan, tapi aku juga kasihan, tak tega melihat kakakku menangis kesakitan di dalam kamar. Ku jenguk dia di kamar, kupijit-pijit tangannya yang mungkin tak pegal, karena terkalahkan oleh rasa nyeri di sekujur tubuhnya. ” Mas An pingin mimik nopo?” Aku menawarkan minuman kepadanya.

Wes kono!!! lungo wae, ojo nang kene!!!” Mas An malah membentakku, Rupanya dia merasa gengsi dengan kekalahannya pada Ayah, Ayah memang segalanya bagi kami, tak ada yang berani dengannya, karena apapun yang dilakukannya, memang tak bisa di salahkan, semuanya benar( bukan karena Ayah otoriter, tapi memang dia jarang sekali marah tanpa alasan), Bahkan dia sangat penyabar sebenarnya.

Ayah juga terlihat tak tega menghajar Mas an, dia menyipitkan matanya saat melakukan itu, tapi itu yang seharusnya, itu yang membuat anaknya yang terlalu bengal kembali kejalan yang benar.

Dan itu pula yang membuat Mas An menangis menyesali kelakuan jeleknya ketika Ayah dan Adek tiada.  Dia terlihat sangat menyesal ” Biasane jam sakmenten Bapak kaleh adek taksih makani ayam” Dia bergumam sendiri dengan ketergugukannya menahan tangis di sampingku ketika Jenazah Ayah dan Adek di sholati.

Aku juga ingat, ketika masa reformasi, Mas An sempat hilang sampai satu minggu, Rumah kami tak pernah sepi dari tangis, masalahnya, Ayah adaklah salah satu aktivis reformasi di kampung kami, Kami terlalu takut, hilangnya kakak adalah sebagian dari rencana para dedengkot pemerintahan yang gila kekuasaan itu.

Ayah bahkan jarang tertidur, dia adalah manusia paling menyesal atas hilangnya kakak, aku baru tau ternyata Ayah sangat menyayangi Mas an, meski dia sangat bandel. Ayah Tak mau makan, dia bahkan pernah menangis, mungkin menurutnya tak ada yang tau, tapi aku tau dia menangis di belakang rumah saat itu.

Sungguh Ayah, menurutku, Engkau masih hidup hingga sekarang, Aku masih punya Ayah hingga sekarang, Masih punya adek hingga sekarang, masih punya Ibu hingga sekarang, masih punya kakak hingga sekarang, bukan hanya ketika SD saja. Keluargaku masih lengkap sekarang. Keluarga kami masih saling mendoakan sekarang, untuk bertemu di alam kekal nanti, di sebuah tempat indah yang mungkin bernama surga…

Ayah,,,, Semoga Ayah bahagia bersama Adek , dan bersama kebahagiaan kami disini…

Keluarga kita yang utuh, akan tetap utuh…

Satu tanggapan »

  1. Bener tulisanmu,
    Keluarga kita akan selalu menjadi kenangan yang tak terlupakan,
    ada maupun sudah tiada
    selagi masih ada, maka sayangilah mereka ..

    Salam dari kopistory

    o> Vee
    iyupz,,, makasih…..

Tinggalkan Balasan ke gendut1mu3t Batalkan balasan